Aping Blog Just Another FUNtastix Blog

Review Cerita KKN Desa Penari

Akhir-akhir ini booming banget cerita soal KKN Desa Penari, apalagi setelah diangkat ke layar lebar. Cerita yang awalnya di-share oleh akun SimpleMan ke twitter pada tahun 2019 ini jadi viral lantaran alur cerita yang menyeramkan dan kepandaian penulis dalam menyusun kata-kata secara mengalir.

Saking lancar dan halusnya dalam menuliskan cerita, kadang saya merasa seolah si penulis ini memang jadi salah satu dari 14 orang- di luar 6 orang yang terlibat langsung dalam ceritanya.

Ceritanya sendiri cukup bagus. Tapi saya menangkap beberapa keganjilan dari cerita KKN Desa Penari ini. Entah karena typo, salah pengejaan, atau memang namanya seperti itu.

Review Cerita KKN Desa Penari

Yang pertama adalah penyebutan lokasi tempat semua peserta KKN dilarang memasukinya, Tipak Talas. Entah memang salah tulis atau memang seperti itu, kok saya lebih familiar frasa kata tapak tilas.

Yang kedua adalah yang paling menjadi buah bibir keganjilan cerita oleh banyak orang, yakni lokasi desa tempat KKN. Di awal disebutkan kalau desa itu tidak bisa dicapai oleh mobil jadi mereka harus menggunakan motor. Tapi di akhir cerita, para mahasiswa KKN itu dijemput paksa dengan ‘serombongan mobil’. Jadi kontradiktif antara di awal dan di akhir 🤔

Mungkin itu aja keganjilan yang saya rasakan selama membaca cerita KKN Desa Penari. Saya belum ada kesempatan nonton filmnya. Selain karena gak ada yang ngajak nonton, susah juga ninggalin 2 bocil sendirian 😄 Mungkin lain kali. Sebetulnya ingin nonton, tapi apa semua keinginan harus dipenuhi?

Apapun yang terjadi dalam KKN Desa Penari, kita cukup menikmati ceritanya aja. Tidak perlu kepo mencari tau orang-orangnya atau lokasi sebenarnya. Meskipun akhir-akhir ini santer beredar foto-foto dan video terkait pemeran asli dan lokasi kejadiannya.

Waktu awal-awal saya baca cerita KKN Desa Penari baik versi Widya maupun versi Nur, saya memang sempat ‘melihat’ kebenaran dari cerita tersebut. Dan ya, cerita itu hampir tepat kejadiannya dengan kejadian asli, kecuali bumbu-bumbu cerita yang mengiringi.

Anehnya, bahkan sampai sekarang, saya belum bisa mengakses langsung lokasi cerita. Kayak ada yang nutup, jadi bener-bener burem. Yang masih keinget sampai sekarang hanya raut-raut wajah pemeran asli ketika mereka merasakan kaget, takut, dan perasaan mereka saat menghadapi kejadian itu.

Nasi sudah jadi bubur. Dari cerita itu kita bisa memetik hikmah bahwa kita akan menuai apapun yang telah kita pupuk. Kita akan mendapat akhir dari apa yang telah kita mulai.

Saya pribadi tidak bisa berkata-kata terkait musibah yang dialami salah satu dua pemerannya. Takutnya, salah ucap berbuah petaka 🤭 Tapi saya setuju dengan SimpleMan, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Hendaknya kita bersikap hormat dimanapun kita berada.


Diari

Pilih Mana? Jekyll vs Hugo Membuat Gambar di Tengah Po...